Jumat, 17 Februari 2017

Cerpen: Ulang Tahun



            Sepulang kuliah pukul 9 malam itu, karena lelah aku berniat langsung tidur saat sampai di kamar nanti. Pintu rumah sudah di kunci, untung aku masih membawa kunci cadangan. 
            Lampu gelap semua, mungkin orang rumah sudah tidur semuanya. Sambil menahan ngantuk aku berjalan menaiki tangga menuju kamarku di lantai dua sampai tiba-tiba terdengar suara benda jatuh dari arah dapur. Karena takut ada orang luar yg masuk, aku memberanikan diri menghampiri sumber suara. Namun setelah aku cek, ternyata itu hanya si Putih, kucing peliharaan keluarga. Biasanya kalau orang rumah sudah pada tidur, si putih juga tidur.
            Aku menggendong si putih lalu berniat segera kembali ke kamar untuk beristirahat. Saat melewati kamar mama yg berdekatan dengan kamarku di lantai atas, terlihat pintunya sedikit terbuka. Kulihat mama sedang bercermin, mungkin karena mama belum tidur makanya si Putih masih berkeliaran. Aku menurunkan si Putih, lalu berjalan kembali ke kamarku.
            Dalam perjalanan, aku teringat dengan mata kuliah biologi dasar di kelas tadi. Salah seorang temanku ada yg pingsan di kelas, padahal minggu sebelumnya juga ada yg pingsan di kelas itu, pada mata kuliah yg sama pula. Ya sedikit horror sih bagiku, tapi semua sudah berlalu. Sekarang waktunya aku merebahkan diri di kasur empuk, di kamar tercintaku.
            Aku hampir sampai di kamarku. Sebelum sampai di kamar, aku mencari-cari kunci kamar dalam tas. Saat mau membuka pintu kamar, ternyata pintu kamarku tak terkunci. Aku merasa aneh, tak pernah ada yg membuka kamarku sebelumnya. Kecuali kakak perempuanku atau pembantuku yg hendak mengambil selimut atau yg lainnya untuk dicuci. Sedangkan adik laki-lakiku tidak mungkin berani ke kamarku tanpa izin.
            Semua pertanyaan itu tak ku hiraukan, aku sudah cukup lelah dan ngantuk untuk berpikir banyak-banyak. Akupun membuka pintu kamarku perlahan. Tapi masih gelap disana, lampunya belum kunyalakan. Jendela kamar ternyata terbuka, sedikit membuatku merinding. Dingin disana. Aku meraba-raba dinding untuk menemukan saklar lampu kamar. Sampai akhirnya ketemu dan kamar seketika menyala.

            "SELAMAT ULANG TAHUN..."...
            Betapa terkejutnya aku menemukan semua keluargaku memberikan kejutan dihari ulang tahunku. Aku lupa kalau ini hari ulang tahunku, mungkin karena terlalu sibuk kuliah, sampai lupa tanggal. Ada papa, mama yang membawa kue dengan lilin, ada juga kakak dan adikku yang membawa kado masing-masing ada juga pembantuku yg juga membawa sebuah kado. Betapa bahagianya aku hari ini, mendapat kejutan dari mereka.
            "Mama sampai pegal menunggumu di sini sambil memegangi kue dari pas kamu pulang membuka pintu lalu ke kamar mandi tadi sampai sekarang. Mama kira kamu langsung ke kamarmu." Kata mama sambil memberikan kue pada kakak untuk kemudian memintaku memotongnya.

            "Iya, kakak dan papa sempat mengintipmu tadi dari sini." Kata kakak meneruskan.

            Lho... kapan aku ke kamar mandi? aku kan ke dapur yg arahnya berlawanan. Kedua, kalau mama yg memegangi kue dari tadi, lalu siapa orang yg ada di kamar mama sambil bercermin?...

Cerpen: Dijemput Kenangan


            Karena begitu rindu pada keadaan masa SMA dulu, ya kurang lebih 10 tahun yg lalu akupun membuka foto album yg tersimpan di laci kamarku. Mereka sekarang begitu jauh dariku, foto sahabat-sabahatku itu begitu polos.
            Saat tiba pada halaman ke sekian, terlihat sebuah foto. Ya itu fotonya, seseorang yg pernah sangat dekat denganku. Sahabatku yg meninggal saat terjadi kebakaran di sekolah saat acara perpisahan. Dia tidak terselamatkan.
            Tiba-tiba cairan hangat menetes dipipiku, lalu jatuh membasahi fotonya. Wajahnya jadi samar terlihat olehku. Aku begitu bernostalgia dan terhanyut kenangan semasa dulu, saat sering bermain ke time zone sepulang sekolah, atau berhenti di tempat tukang gorengan sekedar untuk membeli tempe dan gehu goreng tidak lupa cabe pedasnya. Hemmh... aku sangat rindu padanya... andaikan sekarang kami masih bersama...
            "Miwa, cepat turun. Sudah kan dandannya? semuanya sudah menunggumu di bawah." kata Mama dari balik pintu.
            "Iya ma." Kataku. Lalu merapikan gaun pengantinku dan segera turun.
            Terlihat Aoyama, teman sekolahku dulu yg sekarang menjadi calon suamiku berdiri menungguku di altar. Sementara aku dan Ayah berjalan menuju tempatnya disana. Semuanya begitu lancar, tak ada satupun yg luput. Lalu seperti biasa, acara pernikahan diakhiri dengan pelemparan bunga. Riuh kekecewaan beberapa gadis yg tak mendapat bunga yg kulemparkanpun menjadi salah satu kebahagiaan tersendiri buatku.
            Aoyama kemudian menggendongku dan membawaku ke mobilnya untuk selanjutnya pergi ke tempat kami akan berbulan madu. Aku duduk di depan, sementara Aoyama yg menyetir mobil kami.
            Dari dalam mobil kulihat seseorang yg terlihat persis dengan sahabatku yg meninggal melambaikan tangannya tanda memanggilku, sampai akhirnya sebuah truk yg kelihatan tak terkendali menabrakku dan Aoyama...
            Kamipun kembali bersama-sama seperti dahulu, dan tak ada penyesalan sama sekali.

            "Aku datang untuk menjemput kalian, sahabat-sahabatku." Katanya sambil tersenyum.

Cerpen: Aku?

 
             Aku mempunyai seorang sahabat, dia selalu ada didekatku kapanpun aku membutuhkannya, namanya Maya. Dia yang selalu menjagaku dari orang-orang yang berusaha mencelakaiku. Dia menyingkirkan semua orang yang menyakitiku. Dia melakukan segalanya untukku.
            Namun, suatu hari... hari itu adalah hari sabtu, entah sabtu yang mana. Aku bertemu dengan seorang teman lama dari SMA, Fakih namanya, sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Fakih dulunya adalah orang yang sempat aku sukai, namun dia mengacuhkanku dan malah menjadi kekasih sahabatku sendiri, yaitu Dara. Sakit? tidak. Itu untuk Dara sahabatku, aku rela melakukan apapun untuk sahabatku. Namun hari itu, Fakih datang padaku dan bercerita bahwa ia telah putus dengan Dara. Alasannya karena sahabatku itu tidak mau tidur dengannya. WHAT? Laki-laki macam apa dia ini? Seketika darahku naik, aku tidak menyangka bahwa dia bisa berfikir serendah itu. Aku mengepalkan tanganku, menahan emosi yang meluap-luap dari ubun-ubunku. Fakih mengatakan bahwa mereka sudah bertunangan, jadi mau melakukan itu sebelum atau sesudah menikah akan sama saja. Jelas beda! Dia mengatakannya dengan santai, seperti bukan kesalahanlah yang ia ucapkan. Aku dan Dara dulu, adalah sahabat dekat dan aku tahu bahwa Dara tidak mungkin mau melakukan hubungan diluar nikah. Begitupun aku! Daripada aku tidak bisa menahan emosi lagi, akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri pertemuan kami hari itu.
            Beberapa waktu setelah itu Fakih menelponku dan memintaku bertemu dengannya. Saat itu aku bersama Maya sahabatku. Maya mengatakan temui saja Fakih, Maya akan mengikuti. Akhirnya akupun menyetujuinya. Aku dan Maya pergi ke tempat aku dan Fakih janji bertemu. Sebuah klub malam. Aku tahu apa yang dipikirkan Fakih, namun aku percaya Maya akan melindungiku.
            Di dalam klub malam tersebut aku diberi sebuah minuman, air putih sepertinya. Namun setelah beberapa lama aku merasa pusing dan tidak sadarkan diri.
            Pagi harinya aku terbangun di sebuah kamar, dan aku terkejut melihat darah yang berceceran disekitar tempatku tidur. Ada jejak darah menuju ke kamar mandi, karena penasaran aku mengikuti jejak darah tersebut. Perlahan ku buka kamar mandi itu dan alangkah terkejutnya aku melihat mayat Fakih termutilasi. Karena terkejut aku berjalan mundur dan terjatuh. Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh pundakku. Maya berdiri sambil memegang pisau berlumuran darah, wajahnya kusut penuh darah, namun aku yakin itu bukan darahnya.
            "Aku telah menyingkirkan satu orang lagi yang telah menyakitimu." Katanya.
            Maya menghilang, dan aku tersenyum sangat senang.

Cerpen: INGIN SEKOLAH





Pada suatu malam terlihat seorang anak perempuan sedang melihat bulan dan bintang yang pada saat itu cahayanya sangat terang. Anak itu bernama Ica, anak perempuan yang sangat manis dan pandai. Tapi sayang Ica tidak punya biaya untuk sekolah karena ibunya hanya buruh cuci, sedangkan ayahnya sudah lama meninggal, pada saat itu ayahnya sedang ngojek, kemudian ayahnya kecelakaan dan meninggal. Padahal kalau sekolah, mungkin Ica sudah kelas 3 SD. Sebenarnya malam itu Ica melihat bulan dan bintang sambil berharap dia dapat bersekolah kembali, kadang Ica merasa iri kepada teman-temannya yang masih bisa sekolah. Walaupun demikian Ica tetap bersemangat dalam menghadapi semuanya itu.
Pada suatu hari ketika Ica sedang berjualan di dekat sekolah ada seorang guru yang mendekatinya dan bertanya padanya “De, kamu sedang apa di sini?” kemudian Ica menjawab “saya sedang berjualan di sekitar sini, dan kebetulan saya melihat teman-teman saya yang sedang bersekolah pak”. “memangnya kamu tidak sekolah ya?” tanya pak guru itu. Ica kemudian menjawab “sebenarnya saya ingin sekali sekolah, tapi ibu saya sudah tidak mampu menyekolahkan saya”. “Kalau begitu kamu ikut bapak saja ya! bapak akan mengajak kamu menemui bapak kepala sekolah, mudah-mudahan bapak kepala sekolah mau menerima kamu di sekolah ini, lagi pula sekolah kan sekarang gratis” kata pak guru itu. Kemudian Ica dan pak guru itu pergi ke ruangan kepala sekolah untuk meminta izin memasukkan Ica kesekolah itu. Ternyata bapak kepala sekolah sangat senang karena Ica mau bersekolah lagi.
Keesokan harinya Ica berangkat ke sekolah dengan mengenakan seragam, tas, dan alat-alat sekolah baru, yang telah di belikan oleh bapak kepala sekolah yang baik itu.

Cerpen: GAJAH DAN SEMUT





      Pada suatu malam ada seekor semut sedang membawa sebutir gula pasir yang di temukannya di dekat kursi pengunjung Kebun Binatang. Dengan riangnya si semut membawa gula pasir itu menuju teman – temannya yang berada di dekat kandang seekor gajah yang sangat sombong.
Setelah hampir sampai di kandang Gajah, si semut dengan ramahnya menyapa gajah yang sombong itu, tapi bukannya membalas sapaan dari si semut, si gajah malah mengejek si semut kecil itu “dasar kamu makhluk kecil yang menyedihkan... berani – beraninya kamu menyapaku, kamu tidak tahu, kamu itu makhluk kecil, berbeda denganku, jika aku mau... kau bisa saja kuinjak sampai bubuk....” kata si gajah itu dengan sombongnya. Si semut pun berkata “ kamu tidak boleh sombong, karena sebenarnya kita ini sama–sama makhluk ciptaan Tuhan, jadi kamu tidak boleh membeda– bedakan makhluk ciptaan Tuhan”. “ dasar makhluk kecil yang tidak tahu diri... tak mau aku disamakan dengan makhluk kecil sepertimu” kata si gajah dengan marahnya. Setelah berkata demikian si gajah yang sombong itu menginjak–injak si semut kecil itu, tapi dengan lincahnya si semut menghindar dari injakkan kaki si gajah, tiba–tiba keempat kaki si gajah saling berbenturan sehingga tersandung dan jatuh.
Seluruh binatang yang ada di Kebun Binatang menertawakan si gajah yang sombong itu “makanya... kamu jangan sombong, karena setiap makhluk tuhan pasti mamiliki kelebihan dan kekurangan masing – masing!” kata salah satu binatang yang ikut melihat kejadian itu.
Setelah kejadian itu si gajah meminta maaf kepada si semut yang akhirnya gajah dan semut menjadi teman yang sangat akrab.